Friday, October 10, 2008

Jepang Songsong Teknologi Wimax dan LTE

Beberapa tahun lagi, pasar seluler di Jepang akan mencapai titik jenuh. Seperti di Indonesia, para operator di Negeri Sakura itu juga sudah mulai kasak-kusuk mengantisipasi dengan menyongsong teknologi Wimax dan LTE.

NTT DoCoMo berencana mengomersialkan akses layanan pita lebar bergerak Long Term Evolution (LTE) di Jepang pada 2010 sebagai killer application baru untuk menggenjot pendapatan selulernya. Softbank sebagai pesaing DoCoMo juga menjadwalkan implementasi serupa di tahun yang sama.

Berbeda dari kedua operator tersebut, KDDI beserta mitra usaha patungannya, justru lebih memilih untuk mengomersialkan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) berbasis mobile WiMAX dan layanan Personal Handy-phone System (PHS) generasi lanjutan. Masing-masing dirilis pada 2009, atau setahun lebih awal dari rencana peluncuran LTE oleh DoCoMo dan Softbank.

Riset terbaru ROA Group melaporkan bahwa pasar seluler di Jepang akan tumbuh 95,4% dari saat ini atau meningkat menjadi 121 juta pelanggan hingga 2011. Ketatnya persaingan antar NTT DoCoMo, KDDI, dan Softbank, juga membuat para operator itu bersiap untuk ekspansi bisnis ke luar Jepang.

Gratis! Akses Internet Lewat Wimax Lokal

 Bagaimana rasanya mengakses internet dengan koneksi broadband nirkabel supercepat Wimax secara gratis? Coba saja sendiri kedahsyatan mulai Oktober nanti.

Menurut Ketua Tim Penyelenggaraan Broadband Wireless Access (BWA), Suhono Harso Supangkat, pemerintah bakal membuka akses internet untuk publik sembari menguji coba teknologi Wimax lokal selama tiga bulan berturut-turut mulai 15 Oktober hingga akhir 2008 nanti.

Namun sayangnya, baru publik Bandung yang beruntung bisa mencoba koneksi supercepat itu. "Kami akan memasang sepuluh hingga dua puluh titik pemancar Wimax di seluruh Bandung," kata Suhono kepada detikINET dan satu media lainnya di Pacific Place, Jakarta, Rabu malam (24/9/2008).

Dalam uji coba ini pemerintah menggunakan perangkat dua penyedia Wimax lokal, yaitu PT Hariff dan PT Indonesian Tower melalui Technology Research Group (TRG)-nya. Menurut Suhono, upaya ini merupakan langkah nyata inisiatif pemerintah dalam mendukung dan mengembangkan konten lokal.

"Uji coba Wimax lokal ini selain untuk mencari tahu kelebihan teknologi tersebut tapi juga untuk mencari kelemahannya supaya bisa segera diperbaiki. Semua pihak boleh memberikan saran maupun mengkritisi," ujar Suhono yang juga merangkap sebagai Staf Khusus Menkominfo.

Untuk menghantarkan akses Wimax ini sehingga terbuka bagi publik, pemerintah menggandeng Telkom sebagai operator yang telah mengantongi izin penyelenggaraan layanan nirkabel pita lebar di frekuensi 3,3 GHz.

Telkomsel Kawinkan GSM dengan Wimax

Operator Telkomsel coba mengawinkan teknologi pita lebar Wimax dengan teknologi seluler Global Satellite for Mobile Communication (GSM) berbasis protokol Internet (IP).

VP Technology & Business Incubation Telkomsel, Yoseph Garo, beranggapan dengan penyatuan teknologi ini bisa menghemat biaya pembangunan jaringan hingga 90% jika dibandingkan menggunakan transmisi pemancar base station (BTS) biasa.

"Jika menggunakan BTS biasa dibutuhkan dana satu miliar rupiah. Sementara dengan penggabungan dua teknologi ini dana yang diperlukan tak sampai seratus juta rupiah," ujarnya di sela uji coba sinyal Telkomsel di sepanjang jalur mudik Jakarta-Lampung, Selasa hingga Rabu (17/9/2008).

Wimax yang tengah diuji coba Telkomsel, kata Yoseph, akan dipergunakan sebagai transmisi sinyal (backhaul) antara jaringan inti (core network) dengan pemancar Femto BTS point to multipoint. "Kami tak akan mengomersialkan Wimax. Sebab, kami telah memilih LTE (Long Term Evolution). Kami menggunakan teknologi Wimax ini untuk backhaul saja," ujarnya.

Telkomsel menggunakan frekuensi 5,8 GHz untuk menguji coba teknologi Wimax tersebut. Karena tak punya izin lisensi, operator ini mengklaim meminjam perangkat dan izin penggunaan frekuensi dari penyelenggara lain. Namun, sayangnya Yoseph enggan menyebut nama provider yang dimaksud.

Uji coba teknologi ini merupakan bagian dari program Telkomsel Merah Putih untuk mengembangkan jaringan hingga ke pelosok mulai dari daratan hingga lautan, sebagai bagian dari strategi operator tersebut menjadi pemimpin pasar.

Program yang menelan investasi sebesar Rp 50 miliar itu membidik 3.000 desa di seluruh Indonesia tahun ini. Saat ini Telkomsel masih menentukan desa-desa mana yang akan dilayani.

'Adanya LTE Bukan Berarti Mematikan WiMAX'

Jakarta - Kehadiran teknologi Long Term Evolution (LTE) untuk menjadi teknologi mobile generasi mendatang tak berarti bakal mengancam perkembangan teknologi WiMAX yang sudah lebih dulu dikenal. Dua teknologi ini bahkan sudah bisa diakomodasi oleh regulator.

Demikian penilaian Iman Hirawadi, Senior Manager Technical Business Development Wireless Networks ALcatel-Lucent Indonesia kepada sejumlah wartawan, di sela-sela buka puasa bersama Alcatel-Lucent di Penang Bistro Oakward Residence, Jakarta, Jumat petang (12/9/2008).

Iman mengatakan, dari sisi desain, LTE dan WiMAX berasal dari market yang berbeda, sehingga keberadaan kedua teknologi ini secara bersamaan tak perlu dikhawatirkan bakal mengancam satu sama lain. Pun demikian, ia melihat LTE lah yang akan menjadi sebuah evolusi bagi para operator wireless.

"Sebab, LTE bisa digunakan di wilayah yang rural ataupun hot zone. Dan meskipun LTE lebih dikenal sebagai data centry tapi bukan berarti tak bisa dipakai untuk layanan voice. Bahkan ke depannya layanan voice akan semakin murah dengan LTE," tutur Iman.

Selain itu, dilanjutkan Iman, LTE bisa diimplementasikan bagi para operator berbasis GSM ataupun CDMA. Ia mencontohkan, operator Verizon di Amerika Serikat yang menggusung CDMA dan NTT Docomo di Jepang yang berbasis GSM, keduanya telah mengarah ke LTE.

Namun begitu harus diakui bahwa pesona WiMax sudah kadung lebih dulu muncul ketimbang LTE, sehingga ketersediaannya menjadi lebih cepat. "Kalau WiMax mungkin sekarang sudah available tapi LTE mungkin 1-2 tahun lagi," imbuhnya.

Apa itu LTE?

LTE didefinisikan dalam standar 3GPP (Third Generation Partnership Project) Release 8 dan juga merupakan evolusi teknologi 1xEV-DO sebagai bagian dari roadmap standar 3GPP2. Teknologi ini diklaim dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency dan biaya operasional yang rendah bagi operator serta layanan mobile broadband kualitas tinggi untuk para pengguna.

Perubahan siginifikan dibandingkan standar sebelumnya meliputi 3 hal utama, yaitu air interface, jaringan radio serta jaringan core. Di masa mendatang, pengguna dijanjikan akan dapat melakukan download dan upload video high definition dan konten-konten media lainnya, mengakses e-mail dengan attachment besar serta bergabung dalam video conference dimanapun dan kapanpun.

LTE juga secara dramatis menambah kemampuan jaringan untuk mengoperasikan fitur Multimedia Broadcast Multicast Service (MBMS), bagian dari 3GPP Release 6, dimana kemampuan yang ditawarkan dapat sebanding dengan DVB-H dan WiMAX

LTE dapat beroperasi pada salah satu pita spektrum seluler yang telah dialokasikan yang termasuk dalam standar IMT-2000 (450, 850, 900, 1800, 1900, 2100 MHz) maupun pada pita spektrum yang baru seperti 700 MHz dan 2,5 GHz.

Tuesday, May 20, 2008

Intel-Indosat Mau Susupi Wimax ke Sekolah

Intel dan Indosat M2 berkolaborasi menawarkan program pengadaan komputer beserta koneksi internet nirkabelnya di sekolah-sekolah. Program itu nantinya jadi cikal-bakal untuk membidik peluang Wimax di sekolah.

Hal itu diakui Business Development Manager Intel Indonesia, Yadi Karyadi. "(Program) ini memang pondasinya. Begitu, ekosistem di sekolah sudah terbentuk dan regulasinya sudah bergulir, kita akan masukan Wimax di sekolah," ungkapnya di sela penandatangan kerjasama Intel dan Indosat M2 di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Jumat (16/5/208).

"Tapi sekali lagi, itu dengan asumsi regulasinya (broadband wireless access atau BWA) sudah jalan," tegasnya lagi.

Intel dan Indosat M2 menyepakati perjanjian untuk menggelar proyek pengadaan komputer dan koneksi internet nirkabel di sekolah-sekolah. Penandatanganan kerjasama tersebut disaksikan Chairman Intel Corp Craig R Barret.

Perjanjian tersebut bertujuan untuk memberi kesempatan pada pihak sekolah untuk memiliki komputer berbasis prosesor Intel dan koneksi internet pita lebar 3,5G dari Indosat M2 dengan harga yang lebih rendah dari pasaran.

"Ada tiga pilar yang difokuskan untuk pengembangan proyek ini, di antaranya hardware, konten, dan connectivity. Kami di sini bekerja sama dengan Intel untuk pengadaan connectivity dengan menyediakan akses broadband wireless," Dirut Indosat M2 Indar Atmanto menjelaskan.

"Program ini targetnya bisa berjalan tiga tahun di sepuluh kota. Di tahap awal akan kami adakan pilot project selama tiga bulan di tiga sekolah untuk mencari metode yang tepat, meliputi proses training, konten, penerepan metode yang menarik untuk siswa, dan infrastruktur lainnya" ujarnya lagi.

Ia menyebutkan, ketiga sekolah yang terpilih untuk dijadikan proyek percontohan ialah SMU Lab School, SMUK Penabur, dan SMU Al Azhar. Ketiganya berada di Jakarta.

Soal WiMax, Pemerintah Lakukan Audit

Pemerintah tengah mengaudit kesiapan industri lokal untuk memproduksi perangkat jaringan Wimax secara massal. Sebab, tender lisensi BWA akan digelar dalam waktu dekat. Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memastikan tender broadband wireless access (BWA) akan bergulir sebelum akhir tahun 2008.

"Saya harap di kuartal keempat tahun ini tender sudah bisa dijalankan," ujarnya di sela kesempatan acara Indonesia Berprestasi Award XL di Museum Gajah, Jakarta, Senin (19/5/2008).

"Namun, sebelumnya kami harus memastikan terlebih dulu kesiapan lokal untuk menyediakan perangkat karena nantinya Wimax akan digunakan secara massal," jelasnya lebih lanjut.

Penyedia teknologi Wimax lokal yang dimaksud dirjen, antara lain: Technology Research Group, Hariff, dan PT INTI.

Basuki pun menjelaskan, tender BWA untuk Wimax nantinya akan digelar berdasarkan regional, di mana dari 90 MHz yang tersedia di pita 2,3 GHz akan dibagi untuk 17 wilayah.

Pemerintah pun berbaik hati mau meminjamkan frekuensi di rentang itu untuk diujicoba oleh peminat Wimax BWA. "Sejauh ini sudah ada tiga operator besar yang meminjam frekuensi tersebut secara terbatas untuk sekadar trial," tandasnya. ( rou / ash )

WiMax ya WiMax, Tarif Internet Bisa Turun ?

Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memandang Wimax hanya sekadar perangat teknologi saja untuk mengalirkan internet ke pelanggan akhir.  Yang menjadi agenda utama untuk meningkatkan penetrasi internet, menurutnya, tetap skema pembangunan infrastruktur backbone internasional.

"Wimax itu hanya teknologinya saja, tetap yang kami upayakan itu penurunan tarif internet dengan mengupayakan infrastruktur backbone internasional," ujarnya di sela kesempatan acara Indonesia Berprestasi Award XL di Museum Gajah, Jakarta, Senin (19/5/2008).

Dengan terpilihnya Bakrie Telecom sebagai penyelenggara baru sambungan langsung internasional (SLI) untuk clear channel, maka artinya, Indonesia kini telah memiliki tiga operator yang memiliki backbone internasional, selain PT Telkom dan PT Indosat.

Dengan bertambahnya backbone internasional, diharapkan mampu menurunkan tarif internet secara signifikan. Sebab, kata Basuki, backbone internasional memiliki kontribusi 40% dalam struktur penarifan internet di Tanah Air.

"Saya belum menghitung berapa penurunannya jika nantinya kita bisa memenuhi kebutuhan sambungan internet internasioanl melalui backbone internasional. Tapi pastinya penurunan akan signifikan," tandasnya.

Sebelumnya, Asoasiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan biaya sambungan untuk koneksi internet internasional per 1 Mbps seharga US$ 2000. Padahal tarif yang ideal untuk backbone internasional, menurut asosiasi itu, sebesar US$ 800.

Di lain pihak, penurunan tarif internet dipastikan akan memicu peningkatan bisnis internet di Indonesia.

Presdir Indosat M2 Indar Atmanto sebelumnya memprediksi, dengan angka 2,5 juta yang terdaftar berlangganan internet saat ini saja, potensi bisnis yang bisa dihasilkan sebesar Rp 2,5 triliun.

Itu pun, kata dia, sekadar asumsi paling kecil saja dengan ARPU (rata-rata belanja pelanggan per bulan) sebesar Rp 100 ribu. Potensi bisnis internet pun bisa melonjak karena angka penggunanya saat ini bisa 10 kali lipat dari yang terdaftar atau 25 juta pengguna. ( rou / ash )

Friday, March 21, 2008

Intel researchers stretch Wi-Fi to cover 60 miles

Intel recently demonstrated a modified 802.11 radio link with a data rate of around 6 Mbps and a range of more than 60 miles.

Intel achieved this extraordinary range using off-the-shelf hardware, including parabolic antennas, for its project, dubbed the rural connectivity platform (RCP). The key innovation was a change, borrowed from cellular networks, to the underlying 802.11 media-access-control layer that allowed for a more efficient signal, and translates into longer reach.

RCP is one of several research projects intended to extend the Internet into rural areas, especially in developing countries. The idea is to use low-cost, low-power Wi-Fi radios to bridge between wired Internet connections in a city and wired and wireless connections in small, rural villages. RCP's unprecedented range minimizes the need for lots of wireless nodes to span those distances.

Motorola trials Mobile WiMAX in Thailand with UIH

Equipment vendor touts Thai presence at WiMAX World Asia conference

WiMAX World Asia is taking place in Bangkok, Thailand this week. Motorola took that opportunity to announce that the company has a Thailand trial underway with United Information Highway Company Limited (UIH).

The National Telecommunications Commission (NTC), Thailand's regulator, provided a trial license to UIH for WiMAX last year. The operator has conducted trials in Bangkok and Phuket since then to test mobile WiMAX. Both cities are targeted as candidates for new broadband services to corporate users and travelers.

"The Internet penetration rate is currently around 15% in Thailand, and we believe there is huge potential to market affordable broadband services to consumers and corporate users," said Vichai Bencharongkul, president of Benchachinda Holding Company Limited and executive committee chairman of UIH.

Thailand operators including ShinSat, True Corp and TOT started WiMAX experiments last August. The service providers already have spectrum suitable for WiMAX between 2.4 and 3.5 GHz. ShinSat occupies the 3.5 GHz spectrum, True's pay-TV operator UBC True has 2.5 GHz allocations, and TOT is working in the 2.4 GHz band.

Another WiMAX equipment vendor showing interest in the Thailand market is South Korea's POSDATA. Fresh off its win with Mobile WiMAX in Venezuela, the company is providing a bus tour for a mobile WiMAX service experience via a live system in the vicinity of the Bangkok Convention Center. The bus is demonstrating a variety of potential services, such as video telephony, real-time video and audio streaming and web searches. "The Thai government plans to offer commercial services starting next year in the frequency bands of 2.3GHz and 2.5GHz," said Shin Joon-il, executive vice president of POSDATA. The company declined to comment on the current Thailand operator who is trialing with POSDATA in Bangkok

Tuesday, February 5, 2008

Cisco Tunggu Pemerintah 'Buka Pintu' untuk Wimax

Pemerintah tengah giat-giatnya mempersiapkan pengembangan Wimax lokal. Meski demikian, pelaku industri asing malah sudah siap untuk memasarkan perangkat Wimax-nya. Mereka tinggal menunggu pemerintah 'buka pintu'.

Salah satunya perusahaan tersebut adalah Cisco Systems, yang baru saja mengakuisisi perusahaan penyedia perangkat Wimax asal Amerika Serikat Navini pada 2007 lalu.

Irfan Setiaputera, managing Director Cisco Systems Indonesia mengatakan, perangkat Wimax dari perusahaannya telah siap untuk diperkenalkan di Indonesia. "Jadi kalau sekarang ini ada aktivitas untuk Wimax, Cisco bisa ikutan," ujarnya, kepada beberapa wartawan di sela konferensi pers 'Cisco Telco Summit 2008' di Hotel ShangriLa Jakarta, Selasa (5/2/2008).

Namun itu semua, lanjut Irfan, kembali lagi tinggal menunggu pintu dari pemerintah. "Persoalannya kan sekarang pemerintah itu mau mengeluarkan tender ke siapa?. Pasti kan bukan ke kita, paling ke operator. Nah kalau gitu, berarti kita jual ke operator tersebut," tukasnya.

Saat ini, perangkat Wimax besutan Navini diklaim telah berhasil diimplementasikan di beberapa negara. Sementara untuk di tanah air, Irfan menandaskan, dalam waktu dekat bakal coba didatangi produk demo-nya.

Wimax Lokal Siap Unjuk Gigi di Hadapan Presiden

Perangkat Wimax buatan lokal yang dibesut Technology Research Group siap unjuk gigi di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat Hari Kebangkitan Nasional.

Technology Research Group merupakan unit bisnis dari PT Solusindo Kreasi Pratama, atau lebih dikenal sebagai penyedia jasa penyewaan menara telekomunikasi Indonesian Tower.

Sakti Wahyu Trenggono, pemilik perusahaan tersebut mengungkapkan, pihaknya akan melakukan soft launch perangkat Wimax besutannya pada Maret 2008 ini sebagai ajang ujicoba bagi para operator telekomunikasi di Indonesia.

"Baru kemudian pada bulan Mei, atau bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, perangkat ini akan langsung kami perkenalkan ke masyarakat, termasuk kepada presiden," ujarnya di sela acara Indonesia ICT Outlook 2008, di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis (31/1/2008).

Menurut Trenggono, begitu ia akrab disapa, hampir seluruh komponen Wimax besutannya diproduksi secara lokal. Saat ini, pihaknya telah memproduksi 300 unit perangkat jaringan nirkabel pita lebar tersebut.

"Perangkat kami memiliki kandungan lokal hampir 100% karena riset dan pengembangan untuk software dan desain chipset-nya kami kerjakan di Indonesia. Namun, minimnya manufaktur di sini membuat proses produksi harus kami serahkan ke luar negeri," jelasnya.

Ia pun berharap, dengan upayanya menggiatkan produksi lokal di sektor Wimax, bisa membuat semua pihak sadar dan mendukung industri dalam negeri. Pun, ia optimistis, Indonesia bisa sebesar China dalam industri manufaktur jika mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah serta para pelaku industri dan pengguna.

"Kalau orang kita sendiri saja tidak percaya dengan kemampuannya. Bagaimana orang lain mau percaya sama kita," demikian Trenggono berpendapat.

Malaysia Tertarik Wimax Indonesia

Malaysia dikabarkan tertarik untuk menggunakan perangkat Wimax besutan anak Indonesia. Bahkan, minat untuk membeli perangkat jaringan nirkabel pita lebar itu pun telah disampaikan.

Demikian diungkap Direktur Utama PT Solusindo Kreasi Pratama, Sakti Wahyu Trenggono. Ia mengaku, salah satu unit bisnisnya yang mengembangkan perangkat Wimax telah ditawari kerjasama oleh vendor telekomunikasi asal Malaysia, yakni Mercury Infocast.

"Infocast tertarik untuk membeli perangkat Wimax buatan kami setelah mencobanya. Adapun perangkat tersebut seperti unit base stations, antenna, dan CPE yang dikembangkan salah unit bisnis kami, yakni Technology Research Group (TRG)," jelasnya ketika ditemui wartawan dalam acara Indonesia ICT Outlook 2008, di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis (31/1/2008).

Dalam keterangan pers di situs resmi Infocast, perusahaan asal Malaysia itu mengklaim akan menjadi penyedia solusi Wimax pertama di dunia untuk frekuensi 2,3 GHz jika berhasil meyakinkan TRG untuk menjual perangkatnya pada mereka.

Trenggono mengatakan, pihaknya juga mengembangkan beberapa perangkat Wimax seperti solusi hardware, RF section, billing system, dan network management system yang berbasis pada Radius Authentication server dan memiliki kemampuan teknis, instalasi dan maintenance.

"Sistem tersebut memenuhi standar spesifikasi Wimax 802.16-2004 (16d) dan teknologinya mengacu pada teknologi yang dimiliki oleh Wavesat dari Kanada," klaim dia.

Postel Impikan Indonesia Ekspor Wimax

Direktorat Pos dan Telekomunikasi (Postel) memimpikan Indonesia menjadi negara yang bisa mengekspor perangkat Wimax. Sebuah unit khusus pun dirancang.

Hal itu dikemukakan Dirjen Postel, Basuki Yusuf Iskandar, seusai serah terima alat ukur telekomunikasi Wimax di Gedung Postel, Jakarta, Selasa (29/1/2008). Perangkat yang saat ini sedang dikembangkan, ujar Basuki, akan didemonstrasikan pada Mei 2008.

Selain untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur telekomunikasi lokal, Basuki mengatakan pemerintah berharap Indonesia bisa mengekspor perangkat tersebut. Untuk itu, Postel berencana membuat sebuah unit khusus untuk membantu operator dan industri merambah pasar global.

Unit tersebut, ujar Basuki, saat ini sedang digarap dan menunggu persetujuan dari Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN). Sebelumnya Postel juga telah mendapatkan persetujan Kementerian PAN untuk unit khusus satelit.

Sedangkan di sisi penyerapannya oleh industri lokal, Basuki mengatakan akan mewajibkan operator Wimax untuk menggunakan industri lokal. "Minimal akan seperti pada penyelenggara 3G, yaitu 35 persen Capex (belanja modal-red) untuk lokal dan 50 persen Opex (biaya operasional-red) untuk lokal," Basuki menjelaskan. ( wsh / wsh )

Untuk Apa Saja Dana Wimax Lokal Rp 18 M?

Direktur Standardisasi Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Azhar Hasyim mengatakan sejak tahun 2007 pemerintah telah mengalokasikan Rp 16 miliar untuk pengembangan industri manufaktur dalam negeri. Dana yang terserap adalah Rp 14 miliar sedangkan Rp 2 miliar untuk pembelian perangkat alat ukur Wimax.

Demikian dikemukakannya seusai serah terima alat ukur telekomunikasi Wimax di Gedung Postel, Jakarta, Selasa (29/1/2008). Dana yang Rp 18 miliar untuk 2008, ujar Azhar, memiliki dua alokasi umum. Pertama, sebanyak Rp 8 miliar akan digunakan untuk membeli perangkat alat ukur, chipset, antena, serta untuk membayar lisensi piranti lunak desain. Sedangkan Rp 10 miliar akan digunakan untuk operasional dan biaya pengembangan.

Pengembang Wimax lokal ini mencakup unsur pemerintah, akademisi dan juga swasta. Di antaranya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM), Universitas Hasanudin Makassar (Unhas), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Kementerian Riset dan Teknologi, PT INTI, PT Quasar dan PT Harif.

Azhar mengatakan setiap komponen perangkat Wimax lokal yang berbasis 2,3 GHz ini memiliki koordinator. Untuk pengembangan chipset oleh ITB, pengembangan terminal akhir oleh Ristek melalui BPPT, radio frekuensi baseband oleh LIPI, antena oleh UI, dan sistem operasinya oleh ITB. Dari setiap kelompok tersebut, lanjut Azhar, ada empat puluh peneliti.

Alat ukur telekomunikasi yang akan dibeli adalah dari negara yang paling kompetitif dari segi harga. Beberapa pilihannya adalah Singapura, Taiwan atau Jepang. ( wsh / wsh )

Kembangkan Wimax Lokal, Pemerintah Siapkan Rp 18 M

Pemerintah, lewat Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, mengalokasikan dana Rp 18 miliar untuk pengembangan Wimax lokal di 2008. Dirjen Postel, Basuki Yusuf Iskandar mengungkapkan anggaran tersebut diambil dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) 2008.

"Ini salah satu komitmen Postel untuk memberikan peluang pada anak bangsa dalam mengembangkan industri manufaktur lokal," ujarnya dalam serah terima alat ukur telekomunikasi Wimax di Gedung Postel, Jakarta, Selasa (29/1/2008).

Menurut Basuki, kehadiran Wimax merupakan momentum bagi Indonesia untuk memajukan teknologi informasi dan industri manufaktur dalam negeri. "Kami melihat manufaktur dan TI sebagai driver atau penghela untuk mendukung industri hilir seperti konten. Saat ini, kalau dilihat dari sektor jasa kita cukup maju, cuma di sisi manufaktur kita nol!" tukas Basuki.

"Kalau momentum ini terlewatkan, berarti kita kehilangan satu dekade. Jadi biarpun kecil kontribusinya, tidak apa asalkan succesfull," Basuki menambahkan.

Basuki mengungkapkan, belanja modal di sektor telekomunikasi pada kurun waktu 2004-2005 mencapai sekitar Rp 40 triliun. Namun, kontribusi industri manufaktur nasional hanya 3 % dari itu, sedangkan yang merupakan produk asli nasional hanya 0,1 %-0,7% (Rp. 1,2 - 8,4 milyar).
( wsh / wsh )

Asia akan Jadi 'Raja' WiMax

Adopsi WiMax (Worldwide Interoperability for Microwave Access), yaitu teknologi broadband baru berkecepatan tinggi, diperkirakan akan terus melesat naik. Benua Asia pun diprediksi akan menjadi 'raja' penggunaan WiMax mobile dengan pelanggan mencapai 40 juta dalam lima tahun mendatang.

Prediksi ini dikemukakan oleh lembaga penelitian Juniper Research. Mereka menyebutkan, separuh dari seluruh pengguna WiMax pada tahun 2013 yang diperkirakan berjumlah 80 juta, akan berada di benua kuning ini.

Juniper yang menganalisis adopsi WiMax di berbagai negara Asia menyatakan bahwa perkembangan pesat kemungkinan akan terjadi di India, Korea, Pakistan dan Australia. Peran pemerintah dengan berbagai program untuk mendukung WiMax juga memegang pengaruh penting dalam perkembangan WiMax, misalnya seperti yang terjadi di Taiwan.

Meski demikian, masih menurut Juniper, prediksi ini baru bisa terjadi jika berbagai masalah teratasi. Masalah ini seperti jumlah ketersediaan perangkat yang kompatibel ataupun ketersediaan lisensi, yang akan menentukan sejauh mana kesuksesan adopsi WiMax di benua Asia.

"Dalam beberapa tahun ke depan, lisensi WiMax akan dilelang di negara seperti India dan Jepang. Kesuksesan lelang ini akan menentukan perkembangan pasar," tandas analis dari Juniper, Howard Wilcox seperti dikutip detikINET dari VNunet, Senin (21/1/2008).

Diperkirakan oleh Juniper Research, pada tahun 2013, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat diprediksi akan menjadi pasar utama WiMax mobile. Juniper memaparkan juga, prediksi mereka tentang jumlah pelanggan kemungkinan bisa terlampaui jika harga perangkat pendukung yang kompatibel semakin murah. ( fyk / fyk )