Tuesday, May 20, 2008

Intel-Indosat Mau Susupi Wimax ke Sekolah

Intel dan Indosat M2 berkolaborasi menawarkan program pengadaan komputer beserta koneksi internet nirkabelnya di sekolah-sekolah. Program itu nantinya jadi cikal-bakal untuk membidik peluang Wimax di sekolah.

Hal itu diakui Business Development Manager Intel Indonesia, Yadi Karyadi. "(Program) ini memang pondasinya. Begitu, ekosistem di sekolah sudah terbentuk dan regulasinya sudah bergulir, kita akan masukan Wimax di sekolah," ungkapnya di sela penandatangan kerjasama Intel dan Indosat M2 di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Jumat (16/5/208).

"Tapi sekali lagi, itu dengan asumsi regulasinya (broadband wireless access atau BWA) sudah jalan," tegasnya lagi.

Intel dan Indosat M2 menyepakati perjanjian untuk menggelar proyek pengadaan komputer dan koneksi internet nirkabel di sekolah-sekolah. Penandatanganan kerjasama tersebut disaksikan Chairman Intel Corp Craig R Barret.

Perjanjian tersebut bertujuan untuk memberi kesempatan pada pihak sekolah untuk memiliki komputer berbasis prosesor Intel dan koneksi internet pita lebar 3,5G dari Indosat M2 dengan harga yang lebih rendah dari pasaran.

"Ada tiga pilar yang difokuskan untuk pengembangan proyek ini, di antaranya hardware, konten, dan connectivity. Kami di sini bekerja sama dengan Intel untuk pengadaan connectivity dengan menyediakan akses broadband wireless," Dirut Indosat M2 Indar Atmanto menjelaskan.

"Program ini targetnya bisa berjalan tiga tahun di sepuluh kota. Di tahap awal akan kami adakan pilot project selama tiga bulan di tiga sekolah untuk mencari metode yang tepat, meliputi proses training, konten, penerepan metode yang menarik untuk siswa, dan infrastruktur lainnya" ujarnya lagi.

Ia menyebutkan, ketiga sekolah yang terpilih untuk dijadikan proyek percontohan ialah SMU Lab School, SMUK Penabur, dan SMU Al Azhar. Ketiganya berada di Jakarta.

Soal WiMax, Pemerintah Lakukan Audit

Pemerintah tengah mengaudit kesiapan industri lokal untuk memproduksi perangkat jaringan Wimax secara massal. Sebab, tender lisensi BWA akan digelar dalam waktu dekat. Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memastikan tender broadband wireless access (BWA) akan bergulir sebelum akhir tahun 2008.

"Saya harap di kuartal keempat tahun ini tender sudah bisa dijalankan," ujarnya di sela kesempatan acara Indonesia Berprestasi Award XL di Museum Gajah, Jakarta, Senin (19/5/2008).

"Namun, sebelumnya kami harus memastikan terlebih dulu kesiapan lokal untuk menyediakan perangkat karena nantinya Wimax akan digunakan secara massal," jelasnya lebih lanjut.

Penyedia teknologi Wimax lokal yang dimaksud dirjen, antara lain: Technology Research Group, Hariff, dan PT INTI.

Basuki pun menjelaskan, tender BWA untuk Wimax nantinya akan digelar berdasarkan regional, di mana dari 90 MHz yang tersedia di pita 2,3 GHz akan dibagi untuk 17 wilayah.

Pemerintah pun berbaik hati mau meminjamkan frekuensi di rentang itu untuk diujicoba oleh peminat Wimax BWA. "Sejauh ini sudah ada tiga operator besar yang meminjam frekuensi tersebut secara terbatas untuk sekadar trial," tandasnya. ( rou / ash )

WiMax ya WiMax, Tarif Internet Bisa Turun ?

Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memandang Wimax hanya sekadar perangat teknologi saja untuk mengalirkan internet ke pelanggan akhir.  Yang menjadi agenda utama untuk meningkatkan penetrasi internet, menurutnya, tetap skema pembangunan infrastruktur backbone internasional.

"Wimax itu hanya teknologinya saja, tetap yang kami upayakan itu penurunan tarif internet dengan mengupayakan infrastruktur backbone internasional," ujarnya di sela kesempatan acara Indonesia Berprestasi Award XL di Museum Gajah, Jakarta, Senin (19/5/2008).

Dengan terpilihnya Bakrie Telecom sebagai penyelenggara baru sambungan langsung internasional (SLI) untuk clear channel, maka artinya, Indonesia kini telah memiliki tiga operator yang memiliki backbone internasional, selain PT Telkom dan PT Indosat.

Dengan bertambahnya backbone internasional, diharapkan mampu menurunkan tarif internet secara signifikan. Sebab, kata Basuki, backbone internasional memiliki kontribusi 40% dalam struktur penarifan internet di Tanah Air.

"Saya belum menghitung berapa penurunannya jika nantinya kita bisa memenuhi kebutuhan sambungan internet internasioanl melalui backbone internasional. Tapi pastinya penurunan akan signifikan," tandasnya.

Sebelumnya, Asoasiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan biaya sambungan untuk koneksi internet internasional per 1 Mbps seharga US$ 2000. Padahal tarif yang ideal untuk backbone internasional, menurut asosiasi itu, sebesar US$ 800.

Di lain pihak, penurunan tarif internet dipastikan akan memicu peningkatan bisnis internet di Indonesia.

Presdir Indosat M2 Indar Atmanto sebelumnya memprediksi, dengan angka 2,5 juta yang terdaftar berlangganan internet saat ini saja, potensi bisnis yang bisa dihasilkan sebesar Rp 2,5 triliun.

Itu pun, kata dia, sekadar asumsi paling kecil saja dengan ARPU (rata-rata belanja pelanggan per bulan) sebesar Rp 100 ribu. Potensi bisnis internet pun bisa melonjak karena angka penggunanya saat ini bisa 10 kali lipat dari yang terdaftar atau 25 juta pengguna. ( rou / ash )